MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Dukungan terhadap masyarakat kelompok difabel tidak cukup melalui kegiatan seremonial saja. Selain lewat perangkat kebijakan, dukungan terhadap mereka juga perlu diwujudkan melalui lingkungan yang mendukung.
Dalam siaran Kolak TVMU, Rabu (5/1) Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti memandang dukungan itu bisa diwujudkan melalui sarana umum yang ramah difabel, pandangan masyarakat yang tidak bernada merundung penderita difabel, hingga penyediaan sekolah inklusif.
“Bagaimana pendidikan inklusif ini dikembangkan. Pertama harus ada guru pendamping untuk murid berkebutuhan khusus. Tidak mudah karena kita sangat kekurangan guru-guru yang punya kompetensi untuk mendampingi murid-murid itu,” ungkap Mu’ti.
Idealnya, sekolah inklusif menurutnya memiliki 5-6 guru yang memiliki kompetensi mengajar terhadap kelompok difabel sehingga proses pendidikan dan pembauran sosial akan berlangsung lebih mudah.
Selain guru khusus, kurikulum pendidikan menurutnya juga perlu dibuat berbeda bagi kelompok difabel. Di samping itu, sarana dan prasarana pendidikan juga dianggap perlu dirancang lebih ramah terhadap mereka.
“Misalnya tangga, peralatan audio visaul di kelas dan termasuk sarana-sarana bermain harus ramah. Dan ini adalah bagian dari kita memuliakan penyandang difabel itu sebagaimana di Al-Isra’ ayat 70, Allah memerintahkan kita memuliakan manusia,” ungkap Mu’ti.
Frasa yang berkenaan dengan kalimat “…Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut..,” menurut Mu’ti adalah pesan implisit untuk membangun layanan publik yang ramah terhadap semua kelompok manusia.
Meskipun di Indonesia pembangunan sarana publik untuk kelompok difabel mulai berjalan, namun Mu’ti menganggap penghargaan terhadap mereka belum sepenuhnya berjalan. Misalnya, banyak fasilitas khusus kaum difabel yang digunakan oleh manusia tidak berkebutuhan khusus.
Di luar pendidikan dan sarana umum, Mu’ti juga menganggap penerimaan kelompok difabel perlu dilakukan di dunia kerja.
“Nah diskriminasi ini tidak boleh sehingga bagaimana negara bisa menjamin para difabel ini bisa bekerja dengan baik dan menerima mereka dengan keadaannya dan bekerja sesuai profesinya adalah bagian dari kita memuliakan manusia sebagaimana disebutkan dalam Alquran,” ujarnya.
“Sehingga kalau kita ini adalah hamba Allah yang beriman, yang mengamalkan Alquran maka mari kita memuliakan kelompok difabel itu sebagai bagian dari masyarakat di mana kita berada,” pungkasnya. (afn)