Pencapaian SDGs hingga tahun 2030 memerlukan cara-cara kerja kreatif dan inovatif. Lazismu diharapkan menjadi jangkar dalam tubuh persyarikatan, seiring dengan tingkat kepercayaan yang semakin tinggi, dalam memberikan solusi efektif untuk mengatasi permasalahan sosial, terutama dalam menghadapi masalah ketimpangan dan kemiskinan. Sejauh ini, semangat yang dimiliki para amil dan aktivis persyarikatan sudah sangat besar, begitu juga cakupan kerja serta rutinitas kegiatannya sudah sangat luas dan intensif. Namun demikian, dalam rangka memperkuat dampak dan menjaga meningkatkan kontribusinya untuk pembangunan berkelanjutan, Lazismu masih memerlukan banyak dukungan para inovator.
Program pemberdayaan masyarakat yang mampu mengatasi permasalahan sosial serta pemanfaatan aset secara berkelanjuta, tidak dapat diselesaikan oleh, misalnya, Ilmu Ekonomi saja. Para ahli ekonomi dan pengambil kebijakan di sektor tersebut sering kali hanya sampai pada pemahaman, tetapi gagap dan bahkan gagal memberikan solusi kreatif-inovatif. Kegiatan pemberdayaan masyarakat semacam membutuhkan kerja kolaboratif. Kerja sama antara sektor publik, sektor swasta, dan inisiatif dari sektor sosial seperti Lazismu sangat diperlukan.
Pembangunan berkelanjutan dalam konteks Indonesia dapat dimulai dari keberpihakan sebagaimana yang tercermin dalam teologi atau fkih al-Maun. Belajar dari gerak persyarikatan di abad pertama, proses penguatan Gerakan Muhammadiyah hampir semuanya bermula dari model pembangunan dan pemberdayaan komunitas lokal. Mirip materi pelajaran di sekolah dasar yang diambil dari para ahli pembangunan maupun aktivis sosial: “Berpikir global dan bertindak lokal!” Dari situlah kemudian gagasan inovasi sosial muncul dan berkembang. Kini, dengan kelincahan organisasi dan kemajuan teknologi, banyak entitas kecil berpengaruh besar, karena mereka berhasil menangani masalah-masalah sosial-ekonomi melalui inovasi sosial.
Merujuk “Inovasi Sosial” yang menjadi tema Rakernas tahun ini dan sesuai dengan Peta Jalan Renstra LAZISMU 2021-2025, tugas dan tanggung jawab kita dalam Sidang Komisi di sini, saat ini, adalah untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana merumuskan Program Inisiatif untuk mencapai Target Kinerja Nasional satu tahun ke depan (2022) berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU), Indikator Kinerja Aksi Layanan (IKAL), dan IKAL Enam Pilar dalam perspektif Inovasi Sosial dan SDGs? Oleh karena itu, dokumen Renstra (terutama Bab 7, halaman 69-87) harus sudah dibaca dan dipahami. Dengan demikian, Renstra menjadi “referensi hidup” dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi.